Loading...
link : Siapa Pelaku Serangan Akhir Tahun Istambul?
Siapa Pelaku Serangan Akhir Tahun Istambul?
Loading...
Indonesian Free Press -- Presiden Suriah Bashar al Assad telah mengingatkan kepada para pendukung pemberontak-teroris di Suriah bahwa pada akhirnya mereka sendiri akan menjadi korban keganasan para teroris itu. Blog ini pun tidak pernah lelah mengingatkan bahwa yang terjadi di Suriah adalah sebuah skenario zionis untuk menghancurkan poros Iran-Suriah-Hizbollah-Hamas yang menjadi satu-satunya kekuatan anti-Israel.
Sejauh ini peringatan Basar al Assad itu telah menjadi kenyataan. Sejumlah serangan teroris terjadi di negara-negara Eropa pendukung pemberontakan Suriah, termasuk Turki. Di Turki sendiri, sebagai pendukung utama kelompok-kelompok pemberontak di Suriah, serangan teroris seolah telah menjadi hal yang biasa. Dan serangan di klub malam di akhir tahun lalu di Istambul semakin membuktikan kebenaran Bashar al Assad.
Presiden Erdogan yang menyadari kesalahannya terkait konflik Suriah, telah mengambil jalan lain dengan menyetujui skema Rusia-Iran bagi penyelesaian damai konflik Suriah, sekaligus menjauhkan diri dari skema zionis internasional Amerika-Uni Eropa-Saudi-Israel. Maka, serangan pembunuhan Dubes Rusia dan pemboman akhir tahun pun terjadi sebagai peringatan kepada Erdogan untuk tetap berada dalam blok Amerika-Saudi Cs.
Untuk mengetahui siapa pelaku sebuah aksi terorisme, kita harus mengetahui siapa yang punya kemampuan dan motifnya. Erdogan jelas memiliki semua kemampuan yang diperlukan. Ia mengendalikan secara nyaris mutlak seluruh aparat keamanan termasuk inteligen Turki dan ia mempunyai 'nyali' untuk melakukan tindakan-tindakan keji sebagaimana dilakukannya di Suriah dan kepada orang-orang Kurdi, serta tindakannya membunuh (melalui kaki tangannya) wartawati Iran yang mengekspos penyelundupan senjata oleh aparat keamanan Turki untuk para pemberontak-teroris Suriah.
Tapi Erdogan kekurangan satu hal untuk menjadikannya sebagai tersangka dalang serangan teroris akhir tahun, yaitu motif. Ia telah memegang kendali seluruh kekuasaan di Turki sehingga tidak lagi membutuhkan sebuah operasi 'bendera palsu' demi meraih kekuasaan politik lebih besar. Sebaliknya, aksi tersebut justru menghancurkan reputasi gerakan yang dipimpinnya untuk mengembalikan kejayaan Islam-Turki melalui cara demokratis.
Sebagaimana diketahui, seperti aksi pembunuhan Dubes Rusia, dalam aksi serangan akhir tahun yang menewaskan 39 orang itu para pelakunya mengidentifikasikan dirinya sebagai 'mujahid' radikal. Dengan cepat, media-media barat pun menggaungkan aksi tersebut sebagai aksi terorisme-Islam. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip perjuangan Erdogan dan partai AKP-nya. Bagaimana pun AKP, seperti halnya PKS di Indonesia, bulanlah gerakan Wahabisme sebagaimana regim Saudi Arabia, yang melarang demokrasi dan segala atributnya seperti pemilu dan parlemen.
Saya setuju dengan DR. Kevin Barret yang dalam tulisannya di Veterans Today tepat 1 Januari lalu menulis:
"Sejumlah besar gerakan Islam di Turki termasuk dalam kategori ini. Meskipun ada sejumlah perbedaan pandangan antara mereka, tidak satupun yang cukup bodoh untuk menerima terorisme sebagai cara yang dibolehkan dalam Islam, atau memberikan keuntungan bagi gerakan Islam di Turki maupun di tempat lain."
Saya juga setuju dengan pendapat Barret bahwa jika Erdogan melakukan sebuah aksi 'false flab', maka sasaran 'kambing hitam'nya adalah orang-orang Kurdi, bukan para 'mujahid' Islam seperti dituduhkan media-media barat. Dengan kata lain, Erdogan tidak memiliki motif untuk melakukan tindakan tersebut.
"Terorisme di Turki telah sampai pada titik yang menggoncangkan stabilitas tatanan soaial-masyarakat Turki dan mendiskreditkan para pemimpinnya. Jadi hal itu bertentangan dengan kepentingan Erdogan, khususnya ketika media-media barat menyalahkan para 'Islamis' yang menyerang simbol-simbol sekularisme seperti perayaan tahun baru. Sebaliknya, Erdogan adalah cermin dari kemenangan gerakan Islam-demokratis atas sekularisme, fasisme, dan para pecinta NATO-Israel," tambah Barret.(ca)
Sejauh ini peringatan Basar al Assad itu telah menjadi kenyataan. Sejumlah serangan teroris terjadi di negara-negara Eropa pendukung pemberontakan Suriah, termasuk Turki. Di Turki sendiri, sebagai pendukung utama kelompok-kelompok pemberontak di Suriah, serangan teroris seolah telah menjadi hal yang biasa. Dan serangan di klub malam di akhir tahun lalu di Istambul semakin membuktikan kebenaran Bashar al Assad.
Presiden Erdogan yang menyadari kesalahannya terkait konflik Suriah, telah mengambil jalan lain dengan menyetujui skema Rusia-Iran bagi penyelesaian damai konflik Suriah, sekaligus menjauhkan diri dari skema zionis internasional Amerika-Uni Eropa-Saudi-Israel. Maka, serangan pembunuhan Dubes Rusia dan pemboman akhir tahun pun terjadi sebagai peringatan kepada Erdogan untuk tetap berada dalam blok Amerika-Saudi Cs.
Untuk mengetahui siapa pelaku sebuah aksi terorisme, kita harus mengetahui siapa yang punya kemampuan dan motifnya. Erdogan jelas memiliki semua kemampuan yang diperlukan. Ia mengendalikan secara nyaris mutlak seluruh aparat keamanan termasuk inteligen Turki dan ia mempunyai 'nyali' untuk melakukan tindakan-tindakan keji sebagaimana dilakukannya di Suriah dan kepada orang-orang Kurdi, serta tindakannya membunuh (melalui kaki tangannya) wartawati Iran yang mengekspos penyelundupan senjata oleh aparat keamanan Turki untuk para pemberontak-teroris Suriah.
Tapi Erdogan kekurangan satu hal untuk menjadikannya sebagai tersangka dalang serangan teroris akhir tahun, yaitu motif. Ia telah memegang kendali seluruh kekuasaan di Turki sehingga tidak lagi membutuhkan sebuah operasi 'bendera palsu' demi meraih kekuasaan politik lebih besar. Sebaliknya, aksi tersebut justru menghancurkan reputasi gerakan yang dipimpinnya untuk mengembalikan kejayaan Islam-Turki melalui cara demokratis.
Sebagaimana diketahui, seperti aksi pembunuhan Dubes Rusia, dalam aksi serangan akhir tahun yang menewaskan 39 orang itu para pelakunya mengidentifikasikan dirinya sebagai 'mujahid' radikal. Dengan cepat, media-media barat pun menggaungkan aksi tersebut sebagai aksi terorisme-Islam. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip perjuangan Erdogan dan partai AKP-nya. Bagaimana pun AKP, seperti halnya PKS di Indonesia, bulanlah gerakan Wahabisme sebagaimana regim Saudi Arabia, yang melarang demokrasi dan segala atributnya seperti pemilu dan parlemen.
Saya setuju dengan DR. Kevin Barret yang dalam tulisannya di Veterans Today tepat 1 Januari lalu menulis:
"Sejumlah besar gerakan Islam di Turki termasuk dalam kategori ini. Meskipun ada sejumlah perbedaan pandangan antara mereka, tidak satupun yang cukup bodoh untuk menerima terorisme sebagai cara yang dibolehkan dalam Islam, atau memberikan keuntungan bagi gerakan Islam di Turki maupun di tempat lain."
Saya juga setuju dengan pendapat Barret bahwa jika Erdogan melakukan sebuah aksi 'false flab', maka sasaran 'kambing hitam'nya adalah orang-orang Kurdi, bukan para 'mujahid' Islam seperti dituduhkan media-media barat. Dengan kata lain, Erdogan tidak memiliki motif untuk melakukan tindakan tersebut.
"Terorisme di Turki telah sampai pada titik yang menggoncangkan stabilitas tatanan soaial-masyarakat Turki dan mendiskreditkan para pemimpinnya. Jadi hal itu bertentangan dengan kepentingan Erdogan, khususnya ketika media-media barat menyalahkan para 'Islamis' yang menyerang simbol-simbol sekularisme seperti perayaan tahun baru. Sebaliknya, Erdogan adalah cermin dari kemenangan gerakan Islam-demokratis atas sekularisme, fasisme, dan para pecinta NATO-Israel," tambah Barret.(ca)
Demikianlah Artikel Siapa Pelaku Serangan Akhir Tahun Istambul?
Sekianlah artikel Siapa Pelaku Serangan Akhir Tahun Istambul? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Siapa Pelaku Serangan Akhir Tahun Istambul? dengan alamat link https://kabarislam24jam.blogspot.com/2017/01/siapa-pelaku-serangan-akhir-tahun.html
Loading...
0 Response to "Siapa Pelaku Serangan Akhir Tahun Istambul?"
Posting Komentar