Loading...
link : Indonesia Negeri Hukum Atau Negeri Kekuasaan ?
Indonesia Negeri Hukum Atau Negeri Kekuasaan ?
Loading...
Umat Islam kembali berduka. Orang-orang yang mencoba menegakkan hukum dan norma di kalangan masyarakat ditahan aparat. Sebagaimana ramai di media, sejumlah aktivis Islam LUIS ditangkap atas tuduhan pengrusakan dan penganiayaan di muka umum. Mereka adalah Edi Lukito, Endro Sudarsono, Joko Susanto, dll. Dalam perkembangan penyelidikan, Mapolda Jateng kembali menangkap tiga orang, salah satunya wartawan Islam.
Dalam kasus ini, yang banyak menyita perhatian masyarakat adalah penangkapan wartawan Islam, Ranu Muda Adi Nugroho. Reporter Panjimas.com ini ditangkap dini hari, dengan kaos lengan pendek dan celana futsal. Bahkan setelah diselidiki, saat digelandang polisi mata Ranu dilakban dan tangannya diborgol. Saat sang anak menanyakan ke mana ayahnya pergi, istri Ranu hanya bisa menjawab "liputan".
Ranu ditangkap dengan tuduhan melakukan provokasi atas pengrusakan Social Kitchen Café. "Keterlibatan sebagai tim propaganda kelompok yang melakukan kekerasan bersama-sama di Sosial Kitchen," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Rikwanto, Jumat (23/12), menyebut peran Ranu.
Social Kitchen Café. Tempat ini di siang hari berfungsi sebagai restoran biasa. Namun bila Anda mengunjunginya pada malam atau dini hari, Anda tidak akan menemukan ayam bakar pedas manis, tapi penari striptis. Tempat ini memang kerap ditegur oleh ormas Islam ataupun aparat. Tapi hal itu hanya dianggap angin lalu. Bahkan, warga sekitar juga gerah dengan perilaku pengunjung Social Kitchen Café.
"Suara musiknya sampai menggetarkan kaca rumah saya. Bentuknya restoran tapi untuk dugem. Hal itu rasa sudah tidak sesuai. Suara musik keras bahkan kerap terdengar hingga menjelang subuh pada pukul 03.30 WIB," kata S yang enggan disebut nama terangnya.
Sebagai negara yang katanya negara hukum, seharusnya kepolisian lebih dulu menangkap manager Social Kitchen Café, yang sudah jelas melanggar Peraturan Daerah (Perda) terkait jam buka toko. Hingga menjelang Subuh, sebagaimana penuturan warga sekitar, tempat itu masih saja terdengar dentuman musik. Padahal, aturan yang ditetapkan adalah tutup di bawah pukul 00.00 WIB. Meski demikian, aparat sepi tindakan.
Analoginya, hukum tanpa kekuasaan macan ompong. Kekuasaan tanpa hukum kezaliman. Penegakan hukum di Indonesia memang terkesan agak aneh. Entah mengapa, yang mencoba memperbaiki moral masyarakat malah digelandang. Bahkan dengan tidak wajar. Tapi yang merusak moral, mereka bebas berkeliaran.
Penegakan hukum seperti ini menyisakan pertanyaan di tengah masyarakat. Ini negeri hukum atau kekuasaan? Yang ketika diberi rupiah, hukum pun punah. Mereka dibuat bingung, yang salah siapa, yang benar siapa. Penegakan hukum menjadi ambigu di mata masyarakat, lebih khusus lagi bagi umat Islam.
Mungkin umat Islam saat ini masih bisa bersabar dan menahan diri. Namun ini bisa jadi akan menjadi bom waktu. Sebagaimana penuturan Sekjen Front Umat Islam (FUI). "Hal semacam ini akan menjadi bom waktu. Kalau rasa keadilan masyarakat ini tidak terpenuhi, jangan salahkan masyarakat kalau suatu ketika menjadi sebuah ledakan. Itu berbahaya sebenarnya," tegas KH. Muhammad Al-Khatath.
Oleh sebab itu, penegak hukum semestinya dapat melakukan introspeksi. Yang salah dianggap salah, yang benar dianggap salah. Bukan yang salah dibenar-benarkan, dibela mati-matian. Yang benar dilibas tanpa alasan yang jelas. Sebab, bendungan tak selamanya mampu menahan tekan air, sewaktu-waktu bisa ambrol dan melibas apa saja yang menekannya.
Penulis: Taufiq Ishak (Jurnalis Kiblat.net)
Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !
Dalam kasus ini, yang banyak menyita perhatian masyarakat adalah penangkapan wartawan Islam, Ranu Muda Adi Nugroho. Reporter Panjimas.com ini ditangkap dini hari, dengan kaos lengan pendek dan celana futsal. Bahkan setelah diselidiki, saat digelandang polisi mata Ranu dilakban dan tangannya diborgol. Saat sang anak menanyakan ke mana ayahnya pergi, istri Ranu hanya bisa menjawab "liputan".
Ranu ditangkap dengan tuduhan melakukan provokasi atas pengrusakan Social Kitchen Café. "Keterlibatan sebagai tim propaganda kelompok yang melakukan kekerasan bersama-sama di Sosial Kitchen," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Rikwanto, Jumat (23/12), menyebut peran Ranu.
Social Kitchen Café. Tempat ini di siang hari berfungsi sebagai restoran biasa. Namun bila Anda mengunjunginya pada malam atau dini hari, Anda tidak akan menemukan ayam bakar pedas manis, tapi penari striptis. Tempat ini memang kerap ditegur oleh ormas Islam ataupun aparat. Tapi hal itu hanya dianggap angin lalu. Bahkan, warga sekitar juga gerah dengan perilaku pengunjung Social Kitchen Café.
"Suara musiknya sampai menggetarkan kaca rumah saya. Bentuknya restoran tapi untuk dugem. Hal itu rasa sudah tidak sesuai. Suara musik keras bahkan kerap terdengar hingga menjelang subuh pada pukul 03.30 WIB," kata S yang enggan disebut nama terangnya.
Sebagai negara yang katanya negara hukum, seharusnya kepolisian lebih dulu menangkap manager Social Kitchen Café, yang sudah jelas melanggar Peraturan Daerah (Perda) terkait jam buka toko. Hingga menjelang Subuh, sebagaimana penuturan warga sekitar, tempat itu masih saja terdengar dentuman musik. Padahal, aturan yang ditetapkan adalah tutup di bawah pukul 00.00 WIB. Meski demikian, aparat sepi tindakan.
Analoginya, hukum tanpa kekuasaan macan ompong. Kekuasaan tanpa hukum kezaliman. Penegakan hukum di Indonesia memang terkesan agak aneh. Entah mengapa, yang mencoba memperbaiki moral masyarakat malah digelandang. Bahkan dengan tidak wajar. Tapi yang merusak moral, mereka bebas berkeliaran.
Penegakan hukum seperti ini menyisakan pertanyaan di tengah masyarakat. Ini negeri hukum atau kekuasaan? Yang ketika diberi rupiah, hukum pun punah. Mereka dibuat bingung, yang salah siapa, yang benar siapa. Penegakan hukum menjadi ambigu di mata masyarakat, lebih khusus lagi bagi umat Islam.
Mungkin umat Islam saat ini masih bisa bersabar dan menahan diri. Namun ini bisa jadi akan menjadi bom waktu. Sebagaimana penuturan Sekjen Front Umat Islam (FUI). "Hal semacam ini akan menjadi bom waktu. Kalau rasa keadilan masyarakat ini tidak terpenuhi, jangan salahkan masyarakat kalau suatu ketika menjadi sebuah ledakan. Itu berbahaya sebenarnya," tegas KH. Muhammad Al-Khatath.
Oleh sebab itu, penegak hukum semestinya dapat melakukan introspeksi. Yang salah dianggap salah, yang benar dianggap salah. Bukan yang salah dibenar-benarkan, dibela mati-matian. Yang benar dilibas tanpa alasan yang jelas. Sebab, bendungan tak selamanya mampu menahan tekan air, sewaktu-waktu bisa ambrol dan melibas apa saja yang menekannya.
Penulis: Taufiq Ishak (Jurnalis Kiblat.net)
Demikianlah Artikel Indonesia Negeri Hukum Atau Negeri Kekuasaan ?
Sekianlah artikel Indonesia Negeri Hukum Atau Negeri Kekuasaan ? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Indonesia Negeri Hukum Atau Negeri Kekuasaan ? dengan alamat link https://kabarislam24jam.blogspot.com/2016/12/indonesia-negeri-hukum-atau-negeri.html
Loading...
0 Response to "Indonesia Negeri Hukum Atau Negeri Kekuasaan ?"
Posting Komentar