Loading...
link : Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia
Disusun Oleh :
-Despry Nur Annisa Ahmad-
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di dunia setelah Kanada, Amerika, dan Rusia) (World Resources Institute, 2001). Kondisi ini juga didukung serta dengan luasnya wilayah laut teritorial Indonesia seluas 5,1 juta km2 yang mengambil sekitar 63 % dari total wilayah territorial Indonesia dan ditambah dengan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km2 (Yusuf, 2007).
Data-data ini menunjukkan bahwa kekayaan perairan negara ini sangat banyak sehingga tak heran jika pemerintah ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dalam sambutannya di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur di Nay Pyi Taw, Myanmar, (13/11/2015). Presiden Jokowi menegaskan bahwa ia bertekad menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Presiden Jokowi memaparkan lima pilar utama yang akan menjadikan Indonesia mewujudkan cita-citanya sebagai poros maritim dunia (http://ift.tt/2kLJ8vd). Kelima pilar adalah:
1. Pembangunan kembali budaya maritim Indonesia. Presiden Jokowi mengatakan bahwa "Sebagai negara yang terdiri atas 17 ribu pulau, bangsa Indonesia harus menyadari dan melihat dirinya sebagai bangsa yang identitasnya, kemakmurannya, dan masa depannya, sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudera," katanya.
Pada pilar ini yang disasar adalah Selat Malaka dan jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) secara umum merupakan jalur perdagangan strategis yang dilalui kapal-kapal perdagangan dunia dengan volume perdagangan mencapai 45 persen dari total nilai perdagangan seluruh dunia. Sampai saat ini, Laut Indonesia berpotensi meningkat di masa-masa datang, mengingat prospek perkembangan perekonomian di wilayah Asia masih menjanjikan (jurnalmaritim.com). Namun demikian pelayaran yang melalui selat ini hingga saat ini lebih dominan dikuasai oleh Singapura dengan pelabuhan terbesar dan tersibuknya serta pangkalan militer AS. Padahal Selat Malaka diapit oleh Indonesia dan Malaysia, dua negeri yang terbesar di Kawasan Asia Tenggara, namun justru pengendali selat ini adalah Singapura-negara kecil bentukan colonial Inggris (Komara, 2016).
2. Komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama. "Kekayaan maritim kami akan digunakan sebesar-sebesarnya untuk kepentingan rakyat kami".
Terkait pilar kedua ini, sebelumnya menurut catatan Yudi Widiana Adia, anggota DPR RI, seperti yang dilansirkompas.com pada 21 Oktober 2014 lalu, Indonesia memiliki tiga alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) dengan potensi nilai perdagangan 1,5 juta dollar AS per hari, setara dengan sekitar Rp 18 miliar perhari. Berdasarkan data Badan Pangan Dunia (FAO), masih menurut Yudi, nilai perekonomian dari laut Indonesia diperkirakan mencapai 3 triliun dollar AS sampai 5 triliun dollar AS, setara Rp 36.000 triliun sampai Rp 60.000 triliun pertahun. Sayangnya, kekayaan sumber daya alam yang besar itu banyak yang dijarah asing, Menurut Yudi, nilai ikan yang dicuri oleh nelayan asing dari wilayah laut di Indonesia tak kurang dari 23 miliar dollar AS atau sekitar Rp 276 triliun per tahun. Karenanya, pemerintah diharapkan benar-benar berkomitmen mengembalikan kekayaan maritim Indonesia.
3. Komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, deep seaport, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim.
Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas merinci secara detail pembangunan tol laut selama lima tahun ke depan dalam mendukung poros maritim dunia. Kebutuhan investasi dari proyek tersebut mencapai hampir Rp 700 triliun. Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Dedy S Priatna menyebut, pemerintah telah menyiapkan sejumlah proyek yang akan menyokong menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia lewat konsep tol laut (m.liputan6.com dalam web http://ift.tt/1RptJKG). Proyek-proyek tersebut antara lain: Pertama, pembangunan dan pengembangan 24 pelabuhan strategis termasuk pengerukan, pengembangan terminal kontainer serta lahannya. Nilai investasi program ini sebesar Rp 243,69 triliun. Adapun 24 pelabuhan itu, yakni Pelabuhan Banda Aceh, Belawan, Kuala Tanjung, Dumai, Batam, Padang, Pangkal Pinang, Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Tanjung Priok, Cilacap, Tanjung Perak, Lombok, Kupang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Maloy, Makassar.
Proyek kedua, short sea shipping seperti pengadaan kapal, pelabuhan sumur, Bojanegara, Kenal, Pacitan dan Cirebon dengan kebutuhan anggaran Rp 7,50 triliun.
Proyek ketiga, fasilitas kargo umum dan bulk sebagai rencana induk pelabuhan nasional. Anggaran yang diperlukan sebesar Rp 40,61 triliun.
Proyek keempat, pengembangan pelabuhan non komersial sebanyak 1.481 pelabuhan dengan total nilai investasi Rp 198,10 triliun.
Proyek kelima, pengembangan pelabuhan komersial lainnya sebanyak 83 pelabuhan senilai Rp 41,50 triliun.
Proyek keenam, transportasi multimoda untuk mencapai pelabuhan dengan membangun akses jalan, kereta pelabuhan, kereta pesisir senilai Rp 50 triliun.
Proyek ketujuh, revitalisasi industri galangan kapal. Ada 12 galangan kapal secara menyeluruh dengan investasi sebesar Rp 10,80 triliun.
Proyek kedelapan, pengadaan kapal untuk lima tahun ke depan seperti kapal kontainer, barang perintis, bulk carrier, tug & barge, tanker dan kapal rakyat. Kebutuhan anggarannya mencapai Rp 101,74 triliun. Serta pengadaan kapal patroli dari kelas IA sampai dengan kelas V senilai Rp 6,04 triliun sebagai proyek kesembilan. Sehingga total investasi yang dibutuhkan mencapai Rp 699,99 triliun. Angka ini masih kecil dari hitung-hitungan Presiden yang sebesar Rp 780 triliun.
4. Diplomasi maritime dalam bidang pembangunan dengan cara mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan. "Bersama-sama kita harus menghilangkan sumber konflik di laut, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut," ujarnya.
Sebagai negara berkembang yang masih kekurangan kemampuan teknologi untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan bawah laut, Indonesia harus membangun kerja sama lebih erat dengan negara-negara berteknologi maju untuk mengeksplorasi, mengeksploitasi sekaligus mengkonservasi dan menjaga sumber-sumber laut.
5. Terakhir adalah sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudera, Indonesia berkewajiban membangun kekuatan pertahanan maritim.
Cita-cita dan agenda di atas akan menjadi fokus Indonesia di abad ke-21. Indonesia akan menjadi Poros Maritim Dunia, kekuatan yang mengarungi dua samudera. "Sebagai bangsa bahari yang sejahtera dan berwibawa," kata Presiden Jokowi dengan tegas.
Dalam hal ini, langkah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjianti yang didukung TNI AL menenggelamkan kapal pencuri ikan dinilai telah menjadi secercah harapan untuk mewujudkan kewibawaan Indonesia yang sangat diperlukan dalam poros maritim. Langkah wanita asal Pangandaran ini dalam menjalankan amanat undang-undang patut diacungi jempol mengingat potensi sektor kelautan Indonesia yang dicuri kapal nelayan asing cukup fantastis.
Dari kelima pilar ini, saya lebih menyorot kepada rencana yang akan dilakukan pada pilar ketiga, pengembangan infrastruktur. Pada dasarnya semua pembangunan infrastruktur bertujuan untuk mendongkrak perekonomian masyarakat dan merangsang pertumbuhan ekonomi bangsa. Namun disisi lain yang paling memprihatinkan adalah utang luar negeri Indonesia semakin bertambah melalui peminjaman dana segar untuk pembangunan infrasturktur. Tak dapat ditepis bahwa tiap proyek pembangunan pasti membutuhkan dana investor. Bahkan dalam catatan BI per Juli 2016, utang luar negeri Indonesia naik 6,4% sebesar USD 324,2 Miliar atau setara dengan 4.247 Triliun.
Hal ini tentunya menciptakan ketergantungan baru untuk Indonesia terhadap kepentingan pemodal asing dan karena ini pula, liberalisasi akan terjadi seiring dengan proyek pembangunan yang akan dilaksanakan. Liberalisasi ini akan meniscayakan tata pemerintahan dan ekonomi yang liberal. Tata pemerintahan liberal sesuai dengan konsep Reinventing Government, yakni tata kelola pemerintahan dengan prinsip pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar (market oriented government), yakni mendongkrak perubahan melalui pasar (leveraging change throught the market), mengubah sistem yang birokratis menjadi sistem wirausaha (enterprising the goverment). Sehingga fungsi pemerintah diarahkan
Loading...
hanyalah sebagai regulator pasar melalui sinkronisasi undang-undang. Adapun ekonomi liberal memberikan jaminan kebebasan kepemilikan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi dapat diacapai setinggi-tingginya.
Liberalisasi pemerintahan dan ekonomi tersebut telah tampak jelas dalam proyek pembangunan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) dengan skema KPBU/KPS/PPPs dengan berbagai varian bentuknya. KPBU/KPS/PPPs adalah perjanjian jangka panjang "kerjasama" pemerintah-swasta yang berkonsekuensi pada pemberian hak istimewa konsensi kepada swasta untuk mengelola wilayah atau proyek sehingga pemenuhan kebutuhan publik mengikuti mekanisme bisnis. Seiring dengan itu UU Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap bangun/Lingkungan Siap bangun) terkait pembentukan kota baru memberikan hak privatisasi kawasan kepada para developer baik BUMD maupun swasta untuk menguasai wilayah konsensinya termasuk mengelola kebutuhan penduduk di kawasan tersebut. Sehingga developer berhak menentukan desain tata kota, harga baku air utilitas, listrik, pengelolaan sampah, keamanan, dsb. Demikian juga pembangunan jalan tol pada tanggul GSW dan pulau-pulau reklamasi berdasar skema KPBU/KPS/PPPs varian built operate transfer (BOT), alih-alih pemerintah memberikan hak sarana transportasi public, justru pemerintah menyerahkan rakyat untuk menjadi konsumen operator jalan tol. Adapun pulau N, O, P, Q peruntukannya sebagai perluasan dermaga, port of Jakarta, meski terdapat kepemilikan dan kepengelolaannya oleh pemerintah, namun pemerintah hadir dalam bentuk badan usaha (PT. KBN, PT. Jakpro, PT. Pelindo) layaknya swasta.
Dalam kacamata demokrasi, liberalisasi dalam mengelolah wilayah maritime secara pasti akan terjadi karena orientasi penguasa ketika mengelolah kemaritiman adalah untuk menggenjot perekonomian. Karena bertumpu pada ekonomi, maka misi yang ditempuh pun selalu bersifat jangka pendek, yakni berkolaborasi dengan para kapital.
Berbeda halnya dengan Islam. Dalam Islam, pengelolaan kemaritiman itu dilakukan atas dasar dorongan keimanan. Hal ini telah dibuktikan oleh generasi kaum muslim terdahulu di saat Islam masih memimpin peradaban dunia. Para kaum muslim dulunya termotivasi oleh berbagai seruan Alquran ataupun hadits Rasulullah, bahwa kaum Muslim adalah umat yang terbaik dan bahwa sebaik-baik pasukan adalah yang masuk Konstantinopel atau Roma. Motivasi mabda'i ini yang menjaga semangat mereka mempelajari dan mengembangkan berbagai teknologi yang dibutuhkan. Karena itu pula yang menjadi pilar utama dalam mengelolah kemaritiman adalah dengan membangun suatu angkatan laut untuk pertahanan dan keamanan negara.
Suatu angkatan laut terbangun dari beberapa bagian. Ada pelaut yang mengoperasikan kapal. Ada marinir yang akan diturunkan dari kapal untuk masuk ke daratan dan bertempur menaklukkan sebuah wilayah. Ada navigator yang memberi orientasi di mana posisi kapal berada dan ke mana mereka harus menuju. Ada petugas isyarat yang melakukan komunikasi ke segala pihak yang dianggap perlu baik di laut maupun di darat. Ada teknisi mekanik yang menjaga agar kapal tetap berfungsi. Ada bagian logistik yang menjamin bahwa kapal tetap memiliki kemampuan dayung atau layar yang cukup. Kalau sekarang berarti pasokan bahan bakar, makanan dan air tawar. Dan ada bagian administrasi yang menjaga agar seluruh perbekalan di laut tertata dan digunakan optimal. Seluruh hal di atas telah dan tetap dipelajari di semua akademi angkatan laut dari zaman Romawi hingga kini.
Adalah Umar bin Khattab yang pertama kali membangun armada angkatan laut Muslim untuk menghadapi Romawi. Romawi memiliki jajahan-jajahan di seberang lautan seperti Afrika Utara dan Timur Tengah. Mencapai negeri-negeri itu lewat darat sangat tidak efisien. Karena itu, untuk mematahkan Romawi, kaum Muslim harus membangun angkatan laut. Kemudian Thariq bin Ziyad menaklukkan Spanyol dengan armada laut, walaupun dia lalu membakar semua kapalnya agar pasukannya berketetapan hati terus berjihad.
Ketika angkatan laut Muslim pertama dibangun, modal pertamanya jelas keimanan. Mereka mengkaji kitab Almagest karangan Ptolomeus agar dapat mengetahui posisi lintang bujur suatu tempat hanya dengan membaca jam dan mengukur sudut tinggi matahari, bulan atau bintang. Ada juga yang pergi ke Cina untuk belajar membuat kompas. Sebagian lagi mempelajari buku-buku Euclides sang geografer Yunani untuk dapat menggambar peta. Jadilah mereka orang-orang yang dapat menentukan posisi dan arah di lautan.
Kemudian pembuatan kapal menjadi industri besar di negeri-negeri Islam, baik dalam konstruksi kapal dagang maupun kapal perang. Selain galangan kapal utama, terdapat galangan-galangan pribadi di pinggir sungai-sungai besar dan di sepanjang pantai di daerah Teluk dan Laut Merah. Tipe kapal yang ada mulai dari perahu cadik yang kecil hingga kapal dagang besar dengan kapasitas lebih dari 1.000 ton dan kapal perang yang mampu menampung 1.500 orang. Menulis pada abad-4 H (abad 10M), al-Muqaddasi mendaftar nama beberapa lusin kapal, ditambah dengan jenis-jenis yang digunakan pada abad sesudahnya. Dan sumber-sumber Cina menunjukkan bahwa kapal yang dipakai Cheng-Ho, seorang laksamana Muslim abad 15 sudah jauh lebih besar daripada yang dipakai Columbus menemukan benua Amerika.
Perbandingan kapal Cheng-Ho – laksamana Muslim di China, dengan kapal Colombus
Semua kapal Muslim mencerminkan karakteristik tertentu. Kapal dagang biasanya berupa kapal layar dengan rentangan yang lebar relatif terhadap anjangnya untuk memberi ruang penyimpanan (cargo) yang lapang. Kapal perang agak lebih ramping dan menggunakan dayung atau layar, tergantung fungsinya. Semua kapal dan perahu itu dibangun dengan bentuk papan luar rata (carvel-built), yaitu kayu-kayu diikatkan satu sama lain pada sisi-sisinya, tidak saling menindih sebagaimana lazimnya kapal dengan bangun berkampuh (clinker-built) di Eropa Utara. Kemudian kayu-kayu itu didempul dengan aspal atau ter. Tali untuk menambatkan kapal dan tali jangkar terbuat dari bahan rami, sedangkan salah satu pembeda dari kapal-kapal Muslim adalah layar lateen yang dipasangkan pada sebuah tiang berat dan digantung dengan membentuk sudut terhadap tiang kapal. Layar lateen tidak mudah ditangani, tetapi jika telah dikuasai dengan baik, layar ini memungkinkan kapal berlayar lebih lincah daripada layar persegi. Dengan demikian kapal Muslim tidak terlalu banyak mensyaratkan rute memutar saat menghindari karang atau badai, sehingga total perjalanan lebih singkat.
Begitu banyaknya kapal perang yang dibangun kaum Muslim di Laut Tengah, sehingga kata Arab untuk galangan kapal, dar al-sina'a, menjadi kosa kata bahasa Eropa, arsenal. Perhatian para penguasa Muslim atas teknologi kelautan juga sangat tinggi.
Sebagai contoh, Sultan Salahuddin al Ayubi (1170 M) membuat elemen-elemen kapal di galangan kapal Mesir, lalu membawanya dengan onta ke pantai Syria untuk dirakit. Dermaga perakitan kapal ini terus beroperasi untuk memasok kapal-kapal dalam pertempuran melawan pasukan Salib. Sultan Muhammad al-Fatih menggunakan kapal yang diluncurkan melalui bukit saat menaklukkan Konstantinopel.
Teknologi ini ditunjang ilmu bumi dari para geografer dan penjelajah. Geografer terkenal seperti Al-Idrisi, Al-Biruni dan Ibnu Batutah menyediakan peta-peta yang lengkap dengan deskripsi geografis hasil ekspedisi yang beraneka ragam. Mereka juga menyediakan pengetahuan baik yang bersifat fisik seperti meteorologi dan oseanografi, maupun yang sosial seperti etnologi, yang sangat berguna untuk berkomunikasi dengan suku-suku asing yang tersebar di berbagai pulau terpencil.
Para arsitek seperti Mimar Sinan membangun mercu-mercusuar yang lebih kokoh, dan Banu Musa menyediakan lampu-lampu suar yang tahan angin, sehingga secara keseluruhan dunia pelayaran di negeri Islam menjadi lebih aman.
Di sisi lain, para pujangga menulis kisah-kisah para pelaut dengan menawan, seperti hikayat Sinbad yang populer di masyarakat. Di luar sisi-sisi magis yang sesungguhnya hanya bumbu cerita, kisah itu mampu menggambarkan kehidupan pelaut secara nyatal sehingga menarik jutaan pemuda untuk terjun ke dalam berbagai profesi maritim.
Tanpa ilmu dan teknologi kelautan yang handal, mustahil daulah Islam yang sangat luas itu mampu terhubungkan secara efektif, mampu berbagi sumber dayanya secara adil, dan terus memperluas cakupan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia, termasuk hingga ke Nusantara. Justru dengan teknologi kelautan atas bangunan keimanan, negara Khilafah mampu bertahan beberapa abad sebagai negara adidaya.
Jadi jika kedepannya kemaritiman Indonesia dikelolah atas dasar dorongan iman, bukan dorongan ekonomi, maka Insya Allah Indonesia akan menjadi negara adidaya dengan rakyat yang sejahtera dan berwibawa.
*****
Liberalisasi pemerintahan dan ekonomi tersebut telah tampak jelas dalam proyek pembangunan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) dengan skema KPBU/KPS/PPPs dengan berbagai varian bentuknya. KPBU/KPS/PPPs adalah perjanjian jangka panjang "kerjasama" pemerintah-swasta yang berkonsekuensi pada pemberian hak istimewa konsensi kepada swasta untuk mengelola wilayah atau proyek sehingga pemenuhan kebutuhan publik mengikuti mekanisme bisnis. Seiring dengan itu UU Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap bangun/Lingkungan Siap bangun) terkait pembentukan kota baru memberikan hak privatisasi kawasan kepada para developer baik BUMD maupun swasta untuk menguasai wilayah konsensinya termasuk mengelola kebutuhan penduduk di kawasan tersebut. Sehingga developer berhak menentukan desain tata kota, harga baku air utilitas, listrik, pengelolaan sampah, keamanan, dsb. Demikian juga pembangunan jalan tol pada tanggul GSW dan pulau-pulau reklamasi berdasar skema KPBU/KPS/PPPs varian built operate transfer (BOT), alih-alih pemerintah memberikan hak sarana transportasi public, justru pemerintah menyerahkan rakyat untuk menjadi konsumen operator jalan tol. Adapun pulau N, O, P, Q peruntukannya sebagai perluasan dermaga, port of Jakarta, meski terdapat kepemilikan dan kepengelolaannya oleh pemerintah, namun pemerintah hadir dalam bentuk badan usaha (PT. KBN, PT. Jakpro, PT. Pelindo) layaknya swasta.
Dalam kacamata demokrasi, liberalisasi dalam mengelolah wilayah maritime secara pasti akan terjadi karena orientasi penguasa ketika mengelolah kemaritiman adalah untuk menggenjot perekonomian. Karena bertumpu pada ekonomi, maka misi yang ditempuh pun selalu bersifat jangka pendek, yakni berkolaborasi dengan para kapital.
Berbeda halnya dengan Islam. Dalam Islam, pengelolaan kemaritiman itu dilakukan atas dasar dorongan keimanan. Hal ini telah dibuktikan oleh generasi kaum muslim terdahulu di saat Islam masih memimpin peradaban dunia. Para kaum muslim dulunya termotivasi oleh berbagai seruan Alquran ataupun hadits Rasulullah, bahwa kaum Muslim adalah umat yang terbaik dan bahwa sebaik-baik pasukan adalah yang masuk Konstantinopel atau Roma. Motivasi mabda'i ini yang menjaga semangat mereka mempelajari dan mengembangkan berbagai teknologi yang dibutuhkan. Karena itu pula yang menjadi pilar utama dalam mengelolah kemaritiman adalah dengan membangun suatu angkatan laut untuk pertahanan dan keamanan negara.
Suatu angkatan laut terbangun dari beberapa bagian. Ada pelaut yang mengoperasikan kapal. Ada marinir yang akan diturunkan dari kapal untuk masuk ke daratan dan bertempur menaklukkan sebuah wilayah. Ada navigator yang memberi orientasi di mana posisi kapal berada dan ke mana mereka harus menuju. Ada petugas isyarat yang melakukan komunikasi ke segala pihak yang dianggap perlu baik di laut maupun di darat. Ada teknisi mekanik yang menjaga agar kapal tetap berfungsi. Ada bagian logistik yang menjamin bahwa kapal tetap memiliki kemampuan dayung atau layar yang cukup. Kalau sekarang berarti pasokan bahan bakar, makanan dan air tawar. Dan ada bagian administrasi yang menjaga agar seluruh perbekalan di laut tertata dan digunakan optimal. Seluruh hal di atas telah dan tetap dipelajari di semua akademi angkatan laut dari zaman Romawi hingga kini.
Adalah Umar bin Khattab yang pertama kali membangun armada angkatan laut Muslim untuk menghadapi Romawi. Romawi memiliki jajahan-jajahan di seberang lautan seperti Afrika Utara dan Timur Tengah. Mencapai negeri-negeri itu lewat darat sangat tidak efisien. Karena itu, untuk mematahkan Romawi, kaum Muslim harus membangun angkatan laut. Kemudian Thariq bin Ziyad menaklukkan Spanyol dengan armada laut, walaupun dia lalu membakar semua kapalnya agar pasukannya berketetapan hati terus berjihad.
Ketika angkatan laut Muslim pertama dibangun, modal pertamanya jelas keimanan. Mereka mengkaji kitab Almagest karangan Ptolomeus agar dapat mengetahui posisi lintang bujur suatu tempat hanya dengan membaca jam dan mengukur sudut tinggi matahari, bulan atau bintang. Ada juga yang pergi ke Cina untuk belajar membuat kompas. Sebagian lagi mempelajari buku-buku Euclides sang geografer Yunani untuk dapat menggambar peta. Jadilah mereka orang-orang yang dapat menentukan posisi dan arah di lautan.
Kemudian pembuatan kapal menjadi industri besar di negeri-negeri Islam, baik dalam konstruksi kapal dagang maupun kapal perang. Selain galangan kapal utama, terdapat galangan-galangan pribadi di pinggir sungai-sungai besar dan di sepanjang pantai di daerah Teluk dan Laut Merah. Tipe kapal yang ada mulai dari perahu cadik yang kecil hingga kapal dagang besar dengan kapasitas lebih dari 1.000 ton dan kapal perang yang mampu menampung 1.500 orang. Menulis pada abad-4 H (abad 10M), al-Muqaddasi mendaftar nama beberapa lusin kapal, ditambah dengan jenis-jenis yang digunakan pada abad sesudahnya. Dan sumber-sumber Cina menunjukkan bahwa kapal yang dipakai Cheng-Ho, seorang laksamana Muslim abad 15 sudah jauh lebih besar daripada yang dipakai Columbus menemukan benua Amerika.
Perbandingan kapal Cheng-Ho – laksamana Muslim di China, dengan kapal Colombus
Semua kapal Muslim mencerminkan karakteristik tertentu. Kapal dagang biasanya berupa kapal layar dengan rentangan yang lebar relatif terhadap anjangnya untuk memberi ruang penyimpanan (cargo) yang lapang. Kapal perang agak lebih ramping dan menggunakan dayung atau layar, tergantung fungsinya. Semua kapal dan perahu itu dibangun dengan bentuk papan luar rata (carvel-built), yaitu kayu-kayu diikatkan satu sama lain pada sisi-sisinya, tidak saling menindih sebagaimana lazimnya kapal dengan bangun berkampuh (clinker-built) di Eropa Utara. Kemudian kayu-kayu itu didempul dengan aspal atau ter. Tali untuk menambatkan kapal dan tali jangkar terbuat dari bahan rami, sedangkan salah satu pembeda dari kapal-kapal Muslim adalah layar lateen yang dipasangkan pada sebuah tiang berat dan digantung dengan membentuk sudut terhadap tiang kapal. Layar lateen tidak mudah ditangani, tetapi jika telah dikuasai dengan baik, layar ini memungkinkan kapal berlayar lebih lincah daripada layar persegi. Dengan demikian kapal Muslim tidak terlalu banyak mensyaratkan rute memutar saat menghindari karang atau badai, sehingga total perjalanan lebih singkat.
Begitu banyaknya kapal perang yang dibangun kaum Muslim di Laut Tengah, sehingga kata Arab untuk galangan kapal, dar al-sina'a, menjadi kosa kata bahasa Eropa, arsenal. Perhatian para penguasa Muslim atas teknologi kelautan juga sangat tinggi.
Sebagai contoh, Sultan Salahuddin al Ayubi (1170 M) membuat elemen-elemen kapal di galangan kapal Mesir, lalu membawanya dengan onta ke pantai Syria untuk dirakit. Dermaga perakitan kapal ini terus beroperasi untuk memasok kapal-kapal dalam pertempuran melawan pasukan Salib. Sultan Muhammad al-Fatih menggunakan kapal yang diluncurkan melalui bukit saat menaklukkan Konstantinopel.
Teknologi ini ditunjang ilmu bumi dari para geografer dan penjelajah. Geografer terkenal seperti Al-Idrisi, Al-Biruni dan Ibnu Batutah menyediakan peta-peta yang lengkap dengan deskripsi geografis hasil ekspedisi yang beraneka ragam. Mereka juga menyediakan pengetahuan baik yang bersifat fisik seperti meteorologi dan oseanografi, maupun yang sosial seperti etnologi, yang sangat berguna untuk berkomunikasi dengan suku-suku asing yang tersebar di berbagai pulau terpencil.
Para arsitek seperti Mimar Sinan membangun mercu-mercusuar yang lebih kokoh, dan Banu Musa menyediakan lampu-lampu suar yang tahan angin, sehingga secara keseluruhan dunia pelayaran di negeri Islam menjadi lebih aman.
Di sisi lain, para pujangga menulis kisah-kisah para pelaut dengan menawan, seperti hikayat Sinbad yang populer di masyarakat. Di luar sisi-sisi magis yang sesungguhnya hanya bumbu cerita, kisah itu mampu menggambarkan kehidupan pelaut secara nyatal sehingga menarik jutaan pemuda untuk terjun ke dalam berbagai profesi maritim.
Tanpa ilmu dan teknologi kelautan yang handal, mustahil daulah Islam yang sangat luas itu mampu terhubungkan secara efektif, mampu berbagi sumber dayanya secara adil, dan terus memperluas cakupan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia, termasuk hingga ke Nusantara. Justru dengan teknologi kelautan atas bangunan keimanan, negara Khilafah mampu bertahan beberapa abad sebagai negara adidaya.
Jadi jika kedepannya kemaritiman Indonesia dikelolah atas dasar dorongan iman, bukan dorongan ekonomi, maka Insya Allah Indonesia akan menjadi negara adidaya dengan rakyat yang sejahtera dan berwibawa.
*****
Demikianlah Artikel Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia
Sekianlah artikel Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dengan alamat link https://kabarislam24jam.blogspot.com/2017/02/indonesia-sebagai-poros-maritim-dunia.html
Loading...
0 Response to "Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia"
Posting Komentar